(sumber : blog.lib.umn.edu) |
Megapolitanisasi merupakan salah satu fenomena dimana terdapat integrasi antar kota yang menjadikan suatu wilayah menjadi kota yang sangat besar. Besar bukan hanya dalam artian fisik, namun juga meliputi populasi penduduk yang tinggi, jalur transportasi dan ekonomi yang masif, dan juga memiliki sifat-sifat kekotaan lainnya. Seiring dengan berkembangnya populasi manusia di bumi, tentu saja kebutuhan akan lahan pun akan semakin tinggi. Hal tersebut yang menyebabkan megapolitanisasi menjadi suatu keniscayaan.
Perkembangan kota yang sangat intensif menjadikan batas-batas wilayah antara satu kota dan kota lainnya menjadi hilang dan akhirnya terbentuk suatu koalisi antarkota. Koalisi yang terjadi kemudian diperkuat dengan adanya fasilitas-fasilitas yang memudahkan aksesibilitas dan membuka jalur-jalur transportasi, komunikasi, ekonomi, sosial, dan budaya antarkota. Visualisasi dari gabungan kota-kota yang menghasilkan wilayah integrasi kota yang luas dengan performa jalur komunikasi, ekonomi, sosial, dan budaya tersebut dapat disebut MegapolisEfek dari Megapolitanisasi dapat ditinjau dari berbagai perspektif. Penilaian efek tersebut (negatif atau positif) dapat ditentukan sesuai dengan perspektif yang digunakan. Dalam karya tulis ini, akan dipaparkan efek dari megapolis dengan perspektif lingkungan khusunya abiotik fisik menggunakan pendekatan Geografi. Adapun pendekatan Geografi yang digunakan adalah mencakup pendekatan spasial, ekologi, dan kompleks wilayah.
Lingkungan menjadi faktor yang akan dikorbankan dalam proses megapolitanisasi. Megapolis sebagai ‘Kota Raksasa’ akan banyak menyumbang kerusakan lingkungan di dalamnya. Beberapa contoh nyatanya adalah masalah sampah, eksploitasi airtanah yang berlebihan, polusi udara dan air, pembebanan tanah yang mengakibatkan banjir, munculnya daerah slums, dan tertutupnya catchment area.
Salah satu metode yang dapat dirombak dan dikembangkan adalah ‘Community based programs in environmental management’ (Hasan & Khan,1999). Penerapannya di Calcutta sebagai Mega Urban memiliki hasil yang signifikan. Di Indonesia, metode ini dapat diterapkan dengan beberapa perbaikan. Metode di atas juga dapat diistilahkan sebagai kearifan lokal dalam manajemen lingkungan. Untuk itu karya tulis ini mecoba menggali lebih dalam peranan indigeneous people. Kearifan lokal mampu menjadi semangat dari pembangunan berkelanjutan (sustainable development) terhadap lingkungan fisik. Wujud dari kearifan lokal tentu tergantung pada kondisi wilayah masing-masing yaitu meliputi kondisi fisik, lingkungan, sosial, politik, dan budaya.
Proses Transformasi Metropolitan Menuju Megapolitan. (sumber : www.imazu.files.wordpress.com) |
Pengaruh megapolis terhadap lingkungan terjadi karena indikator-indikator megapolis itu sendiri. Faktor keruangan yang kompleks, jumlah penduduk yang besar, aktivitas ekonomi yang meningkat, serta karakteristik dari megapolis yang modern dan bersifat modern memberikan efek yang sangat besar terhadap lingkungan.
Menurut Yunus (2006), megapolitanisasi memberi dampak degradasi lingkungan baik di dalam maupun di luar dari megapolis itu sendiri. Untuk bagian dalam, terdapat enam kajian deteriorisasi lingkungan abotik dalam megapolitanisasi. Kajian tersebut meliputi peningkatan polusi udara, deteriorisasi kualitas lingkungan fisik permukiman, penurunan kualitas air tanah, penurunan kualitas air sungai, dan makin besarnya ancaman banjir. Sementara itu, di bagian luar, terdapat empat dampak negatif megapolitanisasi terhadap lingkungan abiotik, yaitu peningkatan polusi udara, polusi air, polusi tanah, dan hilangnya lahan pertanian
Megapolitanisasi telah mencapai kadar yang serius di dunia. Efeknya terhadap lingkungan dipercaya akan membawa peradaban dunia kepada suatu krisis lingkungan. Krisis lingkungan dapat diminimalisir dengan solusi-solusi yang tepat sasaran dan universal. Salah satu solusi yang dianggap efektif adalah dengan kearifan lokal.
Kearifan lokal atau kebijakan lokal memiliki suatu peranan solusi yang bottom up, yaitu dari masyarakat untuk masyarakat. Kebijakan ini merupakan salah satu wujud kebijakan inovatif yang dapat memangku tiga peran solusi sekaligus. Peran solusi dari kearifan lokal dapat berupa solusi preventif dan kuratif
Untuk itu, dapat diakui bahwa kearifan lokal sangat penting dalam manajemen lingkungan di era megapolitanisasi. Diperlukan suatu penyadaran yang holistik mengenai ancaman megapolitanisasi terhadap lingkungan, sehingga efek tersebut dapat diminimalisir sedini mungkin sebelum bertambah parah.
Masyarakat sudah cukup jengah dengan solusi yang sangat birokratif mengenai permasalahan tata ruang dan lingkungan. Inti dari solusi dengan kearifan lokal adalah bagaimana menciptakan keresahan yang sama tentang dampak megapolitanisasi terhadap krisis lingkungan. Setelah itu, dibutuhkan suatu metode sosialisasi yang masif terhadap kearifan budaya lokal. Hal tersebut tentu saja berdasar pada masyarakat itu sendiri sebagai pencipta kebudayaan dan mengimplementasikannya ke dalam konservasi lingkungan di daerah masing-masing.
Menurut Yunus (2006), megapolitanisasi memberi dampak degradasi lingkungan baik di dalam maupun di luar dari megapolis itu sendiri. Untuk bagian dalam, terdapat enam kajian deteriorisasi lingkungan abotik dalam megapolitanisasi. Kajian tersebut meliputi peningkatan polusi udara, deteriorisasi kualitas lingkungan fisik permukiman, penurunan kualitas air tanah, penurunan kualitas air sungai, dan makin besarnya ancaman banjir. Sementara itu, di bagian luar, terdapat empat dampak negatif megapolitanisasi terhadap lingkungan abiotik, yaitu peningkatan polusi udara, polusi air, polusi tanah, dan hilangnya lahan pertanian
Megapolitanisasi telah mencapai kadar yang serius di dunia. Efeknya terhadap lingkungan dipercaya akan membawa peradaban dunia kepada suatu krisis lingkungan. Krisis lingkungan dapat diminimalisir dengan solusi-solusi yang tepat sasaran dan universal. Salah satu solusi yang dianggap efektif adalah dengan kearifan lokal.
Kearifan lokal atau kebijakan lokal memiliki suatu peranan solusi yang bottom up, yaitu dari masyarakat untuk masyarakat. Kebijakan ini merupakan salah satu wujud kebijakan inovatif yang dapat memangku tiga peran solusi sekaligus. Peran solusi dari kearifan lokal dapat berupa solusi preventif dan kuratif
Untuk itu, dapat diakui bahwa kearifan lokal sangat penting dalam manajemen lingkungan di era megapolitanisasi. Diperlukan suatu penyadaran yang holistik mengenai ancaman megapolitanisasi terhadap lingkungan, sehingga efek tersebut dapat diminimalisir sedini mungkin sebelum bertambah parah.
Masyarakat sudah cukup jengah dengan solusi yang sangat birokratif mengenai permasalahan tata ruang dan lingkungan. Inti dari solusi dengan kearifan lokal adalah bagaimana menciptakan keresahan yang sama tentang dampak megapolitanisasi terhadap krisis lingkungan. Setelah itu, dibutuhkan suatu metode sosialisasi yang masif terhadap kearifan budaya lokal. Hal tersebut tentu saja berdasar pada masyarakat itu sendiri sebagai pencipta kebudayaan dan mengimplementasikannya ke dalam konservasi lingkungan di daerah masing-masing.
Ditulis oleh:
Annisa Triyanti
Annisa Triyanti
Tidak ada komentar:
Posting Komentar