Beberapa perilaku yang mungkin muncul dalam konflik (Hae, et al., 2000), antara lain:
- Persepsi pengotak-ngotakan. Ketika konflik mulai mencuat, setiap kelompok cenderung membatasi diri pada kelompoknya. Satu wilayah yang sebelumnya tak terpisah akhirnya dibelah sesuai dengan identitas warganya. Akibat pertikaian yang berlangsung 20 tahun lebih di Belfast, pemisahan kelompok Nasionalis (yang kebanyakan Protestan) dan kelompok prokemerdekaan (yang kebanyakan Katolik) sudah sampai pembuatan tembok setinggi 5 meter. Demikian pula di Ambon, walaupun belum ada tembok pemisah, segregasi wilayah kelompok Muslim dan Kristen sudah terjadi. Senada dengan hal itu Soekanto (1990) menyebutnya dengan timbulnya solidaritas in-group. Ikatan yang semakin erat antar anggota kelompok, dan bahkan bersedia berkorban demi keutuhan kelompok. Atau sebaliknya, goyah dan retaknya persatuan kelompok. Hal ini terjadi apabila pertentangan antar golongan dalam satu kelompok tertentu.
- Stereotip. Memberi label terhadap orang dari kelompok lain dihadirkan dalam tuturan turun temurun. Tujuannya biasanya negatif, untuk merendahkan pihak lawan.
- Demonisasi (penjelek-jelekan). Setelah muncul stereotip, muncul pula aksi demonisasi pada lawan. Aksi yang lazimnya sangat sistematik ini menghasilkan citra negatif yang sangat seram. Pernyataan yang muncul, misalnya: "Si A itu dari suku X, hati-hati...., orang yang bersuku X itu pembunuh berdarah dingin... Dia itu bangsa pemenggal kepala dan peminum darah manusia".
- Ancaman. Akan muncul berbagai ancaman, fisik maupun lisan, pada kelompok lawan. Medium yang digunakan bisa secara lisan dari mulut ke mulut sampai penggunaan selebaran bahkan lewat media massa koran, radio, dan televisi.
- Pemaksaan (koersi). Selalu ada pemaksaan terhadap anggota kelompok sendiri atau kelompok lain.
- Mobilitas sumberdaya manusia. Selalu ada penggalangan massa yang cepat dan solid.
- Citra cermin. Setiap pihak yang berkonflik selalu melihat dirinya sendiri. Ia akan selalu berkaca pada dirinya tanpa melihat sisi pandang orang lain atau lawannya.
- Pengakuan citra diri, yang berhubungan dengan misalnya menyetujui bahwa saya adalah musuh orang/kelompok lain. Pernyataan yang biasa muncul "ya, saya memang musuhnya. Saya akan siap meladeni,....” dan seterusnya.
Selanjutnya Soekanto (1990) dalam Ilham (2006) menambahkan akibat-akibat tersebut dengan:
- Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia. Bentuk pertentangan terdahsyat yaitu peperangan yang telah menyebabkan penderitaan yang berat, baik bagi pemenang maupun bagi pihak yang kalah, dalam bidang kebendaan maupun bagi jiwa-raga manusia.
- Akomodasi. Dominasi dan takluknya salah satu pihak apabila kekuatan pihakpihak yang bertentangan seimbang, maka mungkin akan timbul akomodasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar