“Indonesia merupakan negara
perairan dengan luas perairannya hampir empat kali luas daratan. bukan perkara
mudah untuk menjaga wilayah seluas itu, ditambah masalah kepulauan, geopolitik,
dan potensi sumberdaya yang melimpah di perairan Nusantara”.
Peringatan
Hari Nelayan Nasional yang jatuh pada tanggal 6 April disambut HMJ EGSA dengan pelaksanaan
diskusi bulanan divisi PIG EGSA pada hari Jumat, 5 April 2013 bertempat di ruang
Audit B Fakultas Geografi. Diskusi ini mengangkat tema “Eksistensi Kelautan
Dalam Paradigma Geografi Untuk Optimalisasi Kekayaan Maritim” sebagai bentuk
kepedulian mahasiswa Geografi terhadap dunia bahari tanah air. Acara dibuka
pukul 16.00 WIB dengan dilanjutkan pembacaan puisi berjudul “Lautku” yang
dibawakan oleh perwakilan anggota divisi PIG EGSA.
Sesi
pertama diskusi dengan judul “Eksistensi Kelautan Dalam Paradigma Geografi
Untuk Optimalisasi Kekayaan Maritime” dibawakan oleh Dr.Suwarman Partosuwiryo,
M.Si dari Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi DI Yogyakarta. Beliau
mengangkat tema seputar potensi dan permasalahan wilayah laut Indonesia secara
umum. UU telah mengamanahkan sumberdaya air dan laut Indonesia digunakan
sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat. Amanah ini seharusnya ditindaklanjuti
dengan orientasi pembangunan darat dan air yang seimbang, bukannya timpang
seperti sekarang. Problem kemiskinan di daerah pesisir, penataan ruang pesisir
yang belum optimal, pulau-pulau kecil belum tersentuh, dan potensi perikanan
laut dan tambak yang belum dimaksimalkan menambah panjang permasalahn yang
dihadapi Indonesia. Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi cekungan minyak
gas lebih dari 70% di dasar laut, sumber energi terbaharukan, dan sumber daya
ikan yang terhampar di lautan.
Materi
kedua disampaikan oleh Dr.Nurul Khakim, M.Si dengan tema “Mewujudkan Pembanguan
Berbasis Maritim” di DI Yogyakarta. Bentanglahan yang lengkap di Yogyakarta
mengiindiikasikan potensi DIY sangat luar biasa. Permasalahan dan tantangan
saat ini adalah minimnya ketersediaan sarana dan prasarana yang disebabkan
kondisi geomorfologi laut selatan. Kondisi
ini menyebabkan pelabuhan sulit untuk dibangun dan mirisnya 70% kebutuhan ikan
di DIY dipasok dari luar.
Menghadapi permasalah dan tantangan
yang ada, saat ini telah dirancang inovasi baru pembangunan pelabuhan besar untuk
perikanan di Kulonprogo serta pelabuhan di pantai selatan Bantul yang
menggunakan limbah plastik. “Limbah plastik digunakan karena plastik merupakan bahan
yang fleksibel dan elastik, dimana plastik dapat mengikuti pergerakan gelombang
laut,” ujar Dr.Nurul. Rancangan ini sedang
dikembangkan oleh Pusat Studi Sumberdaya dan Teknologi Kelautan, UGM.
Harapannya, teknologi ini dapat diterapkan untuk memecahkan kendala pembangunan
pelabuhan di pesisir selatan yang bentuknya tidak teratur. Teknologi menjadi
ekskalator solusi dalam menghadapi keterbatasan kondisi fisik lingkungan.
Mengutip uraian Dr.Suwarman, “Perairan
di Indonesia itu sangat kaya. Dibutuhkan kesadaran, komitmen, dan konsistensi
dari semua pihak yang terintegrasi dalam integrated
coastal management”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar