Sleman
(26/4) - Kearifan Lokal saat ini menjadi objek yang diangkat, digaungkan, dan
digembar-gemborkan untuk diimplementasikan kembali. kearifan lokal menunjuk
bagaimana masyarakat mengelola sumber daya alam di sekitar dalam taraf lokal.
Telah banyak tokoh masyarakat yang menggali dan menghidupkan kearifan lokal
untuk memanfaatkan potensi sekitar guna mengembangkan lingkungan alam dan
budaya. Dengan latar belakang ini, divisi PLM menyelenggarakan Diskusi Tokoh
Masyarakat dengan tema
"Pengembangan Lingkungan Berbasis Pemanfaatan Potensi Lokal"
pada hari Jum'at, 27 April 2013.
Bertempat
di Ruang Auditorium B, Fakultas Geografi, UGM, acara dibuka pukul 15.30 dan dipandu oleh Abdullah Hamid
dan Anisa Ayu Fawzia. Sesi pertama disampaikan oleh R Junaedi sebagai Ketua dan
Pencetus Bank Sampah Bantul. Diskusi interaktif diawali dengan pemutaran dua
film dokumenter oleh divisi PLM terkait aktivitas pengelolaan sampah di bank
sampah. Niat tulus Bapak Junaedi berasal
dari panggilan jiwa, melihat banyaknya permasalahan yang muncul karena sampah.
Padahal, sampah memiliki potensi emas ketika sudah mengalami pemilahan dan
pengelolaan.
Banyaknya
hambatan yang muncul ketika bank sampah dicetuskan tahun 1997 tidak mematahkan
keinginan beliau untuk terus mensosialisasikan dan mengubah kebiasaan
masyarakat agar mau memilah dan mengolah sampah. Meski sempat didemo warga, kesadaran
sebagai agen, praktisi, dan kader lingkungan tergugah untuk menjadi motivator,
inspirator, dan inovator di tengah masyarakat. Dimulai dari langkah terkecil
yaitu memilah sampah, warga digiring pada paradigma baru di mana sampah akan
memberi manfaat ketika diolah. Usaha bersama dalam memanfaatkan potensi lokal
membawa bank sampah meraih berbagai penghargaan seperti Eagle Award di tahun
2010. Pada tahun 2012, Bapak Juanedi mendapatkan penghargaan Kalpataru sebagai
perintis lingkungan.
Sebagai
garda terdepan penjaga lingkungan, sudah seharusnya fakultas Geografi menjadi
contoh dalam pengelolan sampah terpadu.. Menanggapi kurangnya kesadaran
mengelola sampah di Fakultas Geografi, Bapak Junaedi berpesan agar seluruh
civitas akademika turut aktif secara kontinu dalam mengolah sampah, minimal
memilah sampah sesuai jenisnya.
Para Pembicara dalam Diskusi Tokoh Lingkungan (Foto: Riha)
Sesi
kedua disampaikan oleh Ir. Doto Yogantoro selaku Manager Desa Wisata
Pentingsari. Di awal diskusi, dua film dokumenter berisi kegiatan masyarakat,
kegiatan wisata, dan kearifan lokal Desa Pentingsari diputar. Desa wisata
Pentingsari dibentuk atas dasar keinginan memberi kesempatan lebih kepada
masyarakat untuk maju bersama. Bagaimana
melihat potensi lokal untuk dikembangkan agar bernilai lebih menjadi kunci
utamanya. Awal pembentukan desa ini dilakukan dengan prinsip amati, tiru, dan
modifikasi (ATM) dengan desa wisata lainnya. Potensi desa yang asli, lokal,
unik, dan, indah (ALUI) dengan budaya yang khas menjadi hal yang ditonjolkan
sebagai penciri desa Pentingsari.
Kesulitan
sempat menghampiri ketika tujuh bulan pertama belum ada satupun wisatawan yang
datang. Letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 titik balik di mana 25 ha sawah
rusak dan butuh waktu selama 4 bulan
untuk membenahi desa yang tidak berbentuk . komitmen bersama menjadi keyakinan
warga untuk terus berbenah dan bergerak. Atas usaha ini, Desa Pentingsari
mendapatkan citra pesona wisata award dari kementrian pariwisata pada tahun
2011. Di tahun yang sama, Bapak Doto mendapatkan penghargaan Kedaulatan rakyat
Award.
Pada
sesi terakhir yang diisi oleh Bapak Djaka Marwasta selaku Dosen Geografi,
dijabarkan nilai-nilai yang dapat diterapkan para mahasiswa ketika terjun untuk
mengembangkan lingkungan dan masyarakat. Ketekunan untuk terus berproses,
perubahan paradigma pengembangan lingkungan dari economic
value menjadi social responsibility,
serta penguatan kepercayaan masyarakat terhadap potensi lokal menjadi kunci
pengembangan lingkungan berbasis potensi lokal.
Diskusi
berlangsung secara interaktif dengan banyak pertanyaan yang disampaikan
peserta, antara lain oleh Etik (GEL’11), Barno (GEL’11), Yoesep(GEL’12), dan
Bibah (GEL’12) terkait perintisan bank sampah dan pengelolaan desa pariwisata.
Dengan adanya diskusi ini, diharapkan muncul kesadaran dari segenap mahasiswa
Geografi sebagai agen lingkungan agar tidak melupakan potensi dan kearifan lokal
dalam mengembangkan bentang budaya dan bentang alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar